Ditulis Oleh: Ustadzah Rida Wildani Elia Rahmi, S.Ag
“Janganlah engkau bergembira tatkala saudaramu ditimpa suatu musibah. Boleh jadi Allah sedang merahmatinya dan mengujimu”.
Musibah atau sesuatu yang tidak disenangi adalah sesuatu yang pasti akan dirasakan setiap manusia, entah kehilangan harta atau hal menyedihkan lainnya. Pada saat-saat seperti ini, Islam mengajarkan untuk saling tenggang rasa dan membantu meringankan beban sesama. Menunjukkan kegembiraan atas musibah yang dialami sesama, termasuk perbuatan yang merendahkan orang lain. Kehormatan sesama muslim tidak boleh diinjak. Jika ada di antara saudara kita yang merasakan penderitaan karena terkena musibah, janganlah kita menampakkan rasa gembira karena hal itu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Seseorang dicap jelek jika dia merendahkan saudara muslim yang lain. Sesama muslim itu haram darah, harta dan kehormatannya” (HR. Muslim no. 2564).
Dikutip dari rumaysho.com, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullah- menyatakan: “Jika seseorang menjelekkan muslim yang lain, bisa jadi yang dijelekkan itu dirahmati oleh Allah, kemudian malah orang yang menjelekkan yang terkena musibah. Seperti ini banyak terjadi” (Syarh Riyadhus Shalihin, 6: 263).
Sedangkan, menurut Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy: “Musibah yang menimpa hamba, boleh jadi sebagai hukuman dan ujian. Hal itu bisa jadi sebagai penebus dosa dan mengangkat derajat sehingga jika ada yang gembira atas musibah orang lain, maka tidaklah layak karena manusia bisa saja berbuat dosa dan salah. Lantas dia mendapatkan musibah lantaran kesalahannya tersebut. Siapa yang menjamin dirinya sendiri bisa selamat dari dosa?!” (Bahjatun Nazhirin, 3: 90).
Mungkin sudah tidak asing di telinga kita bahwa muslim yang satu dengan muslim yang lainya adalah “kal-jasadil wahid” seperti satu tubuh atau satu kesatuan tubuh yang antara satu anggota tubuh dengan anggota tubuh yang lainnya dapat merasakan (ikut merasakan) apa yang sedang terjadi, baik berupa sesuatu yang menggembirakan atau menyakitkan.犀利士 Adanya keharusan kepedulian dan kepekaan yang dihadirkan, sebagaimana satu tubuh tidak mungkin akan membiarkan satu anggota tubuhnya terluka atau dalam bahaya. Dia akan peduli, membantu meringankan dan tidak akan mengabaikannya sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam;
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)
Dalam Islam, selain adanya pokok yang menjadi tiang atau pondasi keimanan (rukun iman) terdapat pula cabang-cabang keimanan (syu’abul iman), sebagaimana sebuah pohon yang memiliki batang, akar dan juga cabang-cabang yang merupakan satu kesatuan yang kemudian akan berbuah. Di antara cabang keimanan yang harus ada dalam diri seorang mukmin adalah berupa kecintaan kepada saudaranya, sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka tidaklah sempurna pohon ke犀利士 imanan seorang muslim ketika salah satu cabang keimanannya tidak ada atau hilang. Dalam hal ini, cabang tersebut adalah tentang kecintaan terhadap saudara sesama muslim. Oleh karen itu, mari periksa hati kita bagaimana sikap kita terhadap saudara kita; kecintaan atau ketidaksukaan yang kita tampakan? Memperdulikan kah atau mengabaikan?
Bahkan, di dalam hadits disebutkan tentang bagaimana seharusnya kecintaan tersebut, yaitu mencintainya sebagaimana kita mencintai diri sendiri. Memperlakukannya dengan baik sebagaimana kita juga menginginkan diperlakukan baik oleh orang lain. Menginginkan kebaikan untuk saudara sesama muslim sabagaimana kita pun menginginkan kebaikan tersebut untuk diri kita.
Islam menyandingkan keislaman (rukun Islam) dengan keimanan (rukun iman) dan juga Ihsan yang ketiganya merupakan pokok-pokok agama Islam. Ketika membicarakan tentang kecintaan terhadap sesama muslim, bukan hanya membahas tentang keimanan saja, melainkan juga tentang akhlak seorang muslim, bagaimana dia berbuat Ihsan (kebaikan) kepada saudaranya.
Selain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam membuat permisalan tentang muslim dengan muslim lainya yang dimisalkan seperti satu tubuh, terdapat permisalan lain tentang seorang muslim, yaitu diumpakan seperti sebuah pohon yang baik, yaitu pohon kurma sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya di kitab Al-Ilmu, bab Qaulul Muhadits Hadatsanaa no. 61 (1/145-Fathul Baariiy) dan Muslim dalam shahihnya kitab Sifatul Munafiqin bab Mitslul Mukmin Matsalun Nakhlah no. 7029 (17/151- S犀利士 yarah Nawawiy). Sebuah pohon mesti memiliki akar, pangkal batang, cabang, daun dan buah. Demikian juga pohon keimanan, memiliki pokok, cabang dan buah. Pokok imam adalah rukun iman yang enam dan cabangnya adalah amalan saleh dan aneka ragam ketaatan dan ibadah, sedangkan buahnya adalah semua kebaikan dan kebahagiaan yang didapatkan seorang mukmin di dunia dan akhirat.
Dimisalkanya seorang mukmin seperti pohon kurma ini menunjukan bahwa keduanya memiliki banyak keutamaan dan kebaikan. Imam Al Baghawiy menyatakan: “Hikmah dari penyerupaan iman dengan pohon adalah pepohonan tidak dikatakan sebagai pohon (yang baik) kecuali memiliki tiga hal. Memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh dan cabang yang tinggi. Demikian juga iman, tidak sempurna iman kecuali dengan tiga hal, yaitu pembenaran hati, ucapan lisan dan amalan anggota tubuh.” (Tafsir Al Baghowi, 3/33).
Sebagai seorang muslim kita harus memiliki ketiga hal tersebut, karena ketiganya adalah sebuah kesatuan atau keharusan yang harus ada pada diri seorang mukmin. Oleh karena itu, mari kita tampakan, kita perlihatkan tentang bagaimana perilaku kita sebagai seorang muslim, dengan garis yang telah Allah dan Rasul-Nya tentukan, syariatkan. Mari kita tampakan kecintaan kita kepada saudara kita. Ikut merasakan kesedihannya ketika dia bersedih atas suatu musibah atau ujian yang menimpanya dan ikut bergembira ketika Allah beri dia suatu kenikmatan. Maka, sebagaimana yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pesankan, “Sesama muslim itu haram darah, harta dan kehormatannya,” kita tidak boleh merendahkannya dengan bergembira di atas kesedihanya.
Semoga Allah melapangkan hati kita, dijauhkannya hati kita dari perasaan hasad terhadap orang lain. Semoga Allah tumbuhkan dalam hati kita kecintaan, kepedulian terhadap sesama muslim, memberikan kesabaran, kekuatan dan jalan keluar ketika ditimpa suatu ujian dan bersyukur ketika Allah Ta’ala berikan suatu kenikmatan.